watch sexy videos at nza-vids!
WWW.CERITAINDO.SEXTGEM.COM

Find us On Facebook and Twitter
facebook.jpg | twitter.jpg

CEWEK DUGEM
<

Namaku Tina. Usiaku 16 tahun. Aku sekolah di
sebuah SMU swasta terkenal di Surabaya. Sudah
hampir setahun ini hidupku penuh berisi
kesenangan-kesenangan yang liar. Dugem, ineks
dan seks bebas. Sampai akhirnya aku
terjerumus dalam ambang kehancuran.
Terombang-ambing dalam ketidak pastian. Aku
bingung apa yang kucari. Aku bingung harus
kemana arah dan tujuanku. Apa yang selama ini
kulakukan tidak memberikan kemajuan yang
positif. Bahkan aku nyaris gila. Siapakah aku ini?
Sejujurnya aku menyesali kondisiku yang seperti
ini. Keterlibatanku dengan narkoba telah
membawaku ke dalam kehidupan yang kelam.
Sungguh kejam! Aku jadi berangan-angan ingin
kembali ke kehidupan lamaku dimana aku belum
mengenal narkoba. Saat itu begitu indah. Orang
tuaku sayang padaku. Andrew pacarku dengan
setia berada disisiku. Dan dia selalu datang untuk
menghibur dan menemaniku.
Aku jadi ingat pada hari-hari tertentu, teman-
teman sekolahku datang main ke rumah untuk
mengerjakan tugas atau hanya sekedar
berkumpul. Kalau lagi ada pacarku, mereka selalu
menggoda kami sebagai pasangan serasi.
Padahal menurutku kami bertolak belakang. Aku
pemalu dan mudah merajuk. Sedang pacarku
biang kerok di sekolah dan tidak tahu malu. Aku
berprestasi dalam pelajaran tapi kurang
menguasai bidang olah raga. Sedangkan dia
berprestasi dalam olah raga namun malas
belajar. Tinggiku sedang dan badanku agak
kurus. Sedangkan dia tinggi dan besar.
Pokoknya beda banget. Tapi teman sekolah
mengatakan kami pasangan serasi. Entah apanya
yang serasi..
Aku masih ingat saat-saat terakhir dia
meninggalkan aku untuk sekolah ke Amerika.
Ada setitik firasat bahwa itu adalah saat terakhir
aku bersamanya. Aku menangis tiada henti di
bandara seperti orang bodoh. Tidak ada kata
yang terucap, hanya sedu sedan lirih terdengar
dari mulutku. Orang tuanya sampai sungkan
pada orang tuaku dan berusaha menghiburku
dengan mengatakan bahwa Andrew akan sering
pulang ke Indonesia untuk menengokku. Orang
tuaku pun tak kalah dan berjanji padaku akan
menyekolahkan aku ke Amerika selepas SMU.
Kata orang cinta akan lebih terasa saat
terpisahkan oleh jarak. Aku tidak sabar untuk
membuka e-mail setiap malam. Telepon
internasional seminggu sekali menjadi pelepas
dahaga bila aku rindu suaranya. Setiap malam
menjelang tidur, aku melihat-lihat foto kami
berdua. Dan tak lupa aku mendoakan dia.
Kini Andrew tidak akan mau memandangku lagi.
Laporan dari teman-temannya yang melihat aku
berkeliaran di diskotik-diskotik dengan lelaki lain
membuatnya murka dan tidak mempercayai
aku. Dia mengadili aku yang hanya bisa
menangis dan berjanji akan menghentikan
perbuatanku. Tapi apa daya, di belahan dunia
lain, Andrew tidak akan bisa melihat
keseriusanku. Dia meminta untuk mengakhiri
hubungannya denganku meski aku menangis
meraung-raung di telepon. Aku tak berdaya. Dia
begitu kerasnya tidak mengampuni kesalahanku.
Yah memang semua itu memang salahku. Tapi
apakah aku tidak punya kesempatan untuk
memperbaiki kesalahan? Apakah setiap orang
tidak pernah khilaf? Apakah sama sekali tidak ada
ampun untukku? Dia dulu mengatakan apa pun
yang terjadi akan selalu mencintaiku. Akan selalu
menjagaku. Semakin hari cintanya padaku akan
semakin besar. Ternyata, bohong! Itu semua
hanya bohong belaka!
Saat ini aku jadi ceweq bodoh, sering melamun
dan mudah stres. Bukan hanya hubunganku
dengan Andrew yang hancur. Hubunganku
dengan ayah ibuku juga memburuk. Mereka
sudah menyerah menghadapi aku yang hampir
setiap hari pulang pagi. Mereka bahkan
mengancam akan mengusir aku bila terus
menerus seperti ini.
Aku jadi sering membolos sekolah. Prestasiku di
sekolah makin hari makin memburuk. Aku telah
kehilangan minat untuk belajar dan meraih
ranking tinggi di sekolah. Hubungan sosial
dengan teman sekolahku juga semakin buruk.
Aku malas bergaul dengan mereka. Aku takut
mereka mengetahui siapa aku sebenarnya. Aku
takut mereka menyebarkan tingkah lakuku
sebenarnya. Aku takut..
Aku jadi paranoid! Aku jadi mudah curiga
dengan semua orang. Aku jadi sulit tidur dan
melamun yang tidak-tidak. Aku jadi sering
mimpi buruk dan makin sulit membedakan
mana mimpi dan kenyataan. Lama-lama aku
bisa gila!
Aku ingin berhenti menggunakan narkoba dan
sesegera mungkin meninggalkan dunia
gemerlap yang selama setahun ini kugeluti. Tapi
aku sulit meninggalkannya. Aku terperangkap di
dalamnya!
Ineks! Semua ini gara-gara pil setan itu! Badanku
semakin kurus. Mataku cekung dihiasi garis
hitam dibawahnya. Aku tidak mengenali
wajahku sendiri di hadapan cermin. Bahkan
Mamaku sudah mengecap aku sebagai wanita
nakal.
Yah.. wanita nakal.. aku memang telah jadi
wanita nakal. Aku telah melepaskan
keperawananku pada seorang pria yang bukan
suamiku. Aku malu pada diriku dan pada orang
tuaku. Diriku bukan Tina yang dulu. Tina yang
selalu meraih prestasi di sekolah. Tina yang
selalu membanggakan orang tua. Tina yang rajin
ke gereja. Tina yang lugu dan pemalu. Tina yang
selalu jujur dan berterus terang..
Malam itu entah malam keberapa aku ke diskotik
dengan Martin. Setelah triping gila-gilaan
bersama teman-teman, aku pulang bersama
Martin. Sebenarnya aku malas pulang karena
masih dalam keadaan on berat. Gara-gara
Bandar gede dari Jakarta datang, semua jadi
kebanyakan ineks. Badanku terus bergetar tiada
henti, dan rahangku bergerak-gerak ke kiri dan
kekanan. Dengan eratnya aku peluk lengan
Martin seakan-akan takut kehilangan dirinya.
Tidak seperti biasanya Martin mengajakku putar-
putar keliling kota. Mungkin dia kasihan melihat
aku masih on berat dan tidak tega membiarkan
aku sendirian di rumah. Aku sih senang-senang
saja. Kuputar lagu-lagu house music agak
kencang, meski aku tahu akibatnya bisa fatal.
Tak sampai lima menit, lagu house music dan
hembusan hawa AC yang dingin membuat aku
on lagi! Aku menggerak-gerakkan badan, kepala
dan tanganku di bangku sebelah. Rasanya asyik
sekali triping dalam mobil yang melaju
membelah kota! Martin tertawa melihat aku
memutar-mutar kepala seperti angin puyuh.
“Untung kaca film mobilku gelap. Jadi aku nggak
perlu takut orang-orang melihat tingkahmu!”
ujarnya.
Hahaha.. rasanya saat itu aku tidak peduli mau
dilihat orang, polisi, hansip atau siapa pun juga,
aku tidak akan peduli! Lagipula ini masih jam 3
pagi.
Setelah setengah jam kami putar-putar kota,
akhirnya kami sampai di daerah sekitar rumah
Martin. Martin menyarankan agar aku
meneruskan tripingku di rumahnya. Sebab
terlalu riskan bila triping di jalanan seperti itu.
Kalau sedang sial bisa ketangkap polisi. Aku yang
sudah tidak bisa berpikir lagi Cuma mengiyakan
semua omongannya.
Sampai di rumahnya, aku langsung diantar ke
kamarnya. Sambil meletakkan kunci mobil,
Martin menyalakan ac dan memutar lagu house
music untukku. Wah dia benar-benar ingin
membuat aku on terus sampai pagi! Ok, Aku
layani! Kurebut remote ac dari tangannya dan ku
setel dengan temperatur paling rendah.
Martin yang sudah drop, begitu mencium bau
ranjang langsung hendak merebahkan badannya
yang besar itu ke tempat tidur. Tentu saja aku
tidak ingin tripping sendiri! Kutarik tangannya dan
kuajak dia goyang lagi. Martin mengerang dan
tetap menutup wajahnya dengan bantal.
Tingkahnya dibuat manja seperti anak kecil.
Tidak habis pikir aku segera mencari koleksi
minumannya di mejanya. Kusambar sebotol
Martell VSOP dan kupaksa dia minum.
Mulanya Martin menolak dengan alasan besok
harus kerja. Namun aku memaksa terus hingga
dia tak berkutik. Beberapa teguk Martell
membuahkan hasil juga. Martin bangun dan
duduk didepanku. Aku segera memeluknya dari
belakang dan menggodanya dengan manja.
“Kalau kamu mau nemenin aku tripinng.. hari ini
aku jadi milikmu.”
“Milikku sepenuhnya..? Ehm.. I love it!” Balas
Martin nakal.
“Ya..ehm.. jadi milikmu..” gumamku di dekat
telinganya.
Aku memeluknya dari belakang dan menciumi
telinganya sampai dia kegelian. Aku terus
menggodanya dengan menciumi leher dan
bahunya. Tiba-tiba dia membalikkan badan dan
menyergapku! Aku kaget juga dan berteriak kecil.
Martin mendekapku erat-erat dan balas
menciumi wajah, leher dan telingaku. Aku
menjerit-jerit kegelian oleh tingkahnya.
Lama-lama ciuman Martin semakin turun ke
bawah. Dia melorotkan tali tank-topku dan
menciumi buah dadaku dengan ganas sambil
mendengus-dengus. Aku bergetar menahan geli
dan rangsangan yang hebat. Otot-otot badan
dan kakiku terasa kaku semua.
Tidak puas menciumi dadaku, Martin meloloskan
bra yang menutupi dadaku sehingga kedua buah
dadaku tersembul keluar.
“Woow.. aku paling suka payudaramu!”
desisnya.
Aku paling suka kalau keindahan tubuhku dipuji.
Dia mengucapkan kata-kata itu dengan mata
berbinar-binar sehingga membuatku tersanjung.
Tentu saja aku langsung menutupi dadaku
dengan kedua tanganku seakan-akan
melarangnya untuk melihat.
Sedetik kemudian dia membuka kedua tanganku
dan membungkuk kearah dadaku lalu
mendekatkan mulutnya ke puting kananku.
Dengusan napasnya yang mengenai putingku
sudah bisa membuatku menggelinjang. Pelan-
pelan lidahnya menjilat putingku sekilas, lalu
berhenti dan memandang reaksiku. Aku
memejamkan mata dan mendengus.
Perasaanku melambung sampai ke awang-
awang! Ketika kubuka mataku, dia
memandangku sambil tersenyum nakal. Aku
memukulnya. Kemudian dia menjilat puting
kiriku sekilas. Aku kembali menggelinjang-
gelinjang. Aku merasa detik-detik penantian apa
yang akan dilakukan Martin pada putingku
membuat aku makin penasaran. Aku
mengerang-erang ingin agar Martin meneruskan
aksinya.
Aku sudah sangat terangsang hingga
memohon-mohon padanya agar memuaskan
aku. Martin tersenyum manis sekali lalu mulai
memasukan putingku ke mulutnya. Putingku
dipermainkan dengan mulut dan lidahnya yang
hangat. Aku bergetar dan menggelinjang
menjadi-jadi. Kepiawaian Martin merangsang
dan memuaskan aku sudah terbukti.
Rangsangan yang hebat melupakan segala janji
yang pernah kubuat.
Martin sangat terangsang rupanya. Aku merasa
ada yang mengganjal di bagian bawah perutku
dan menyodok-nyodok kemaluanku. Aku
membuka kedua kakiku lebar-lebar dan merubah
posisi pinggulku agar kemaluanku bergesekan
dengan penisnya. Tiap kali penisnya menggesek
klitorisku aku mengerang dan merenggut apa
saja yang bisa kurenggut termasuk rambutnya.
Napas kita yang mendengus-dengus bersahut-
sahutan bersaing dengan lagu house music
yang memenuhi ruangan.
Martin meneruskan aksinya sambil melepas
pakaianku satu persatu hingga aku telanjang
bulat. Aku menatap wajahnya dengan perasaan
tak karuan. Lalu dia membuka pakaiannya sendiri
dan mulai menyerangku dengan ganas.
Aku diciumi mulai mulut turun ke leher lalu ke
buah dadaku. Kemudian turun lagi melewati
pusar dan bulu kemaluanku. Dia berhenti sesaat
sambil melihat aku yang sudah terangsang
berat.
“Martin.. cium anuku please..” pintaku terbata-
bata.
“Hehehe..” Desisnya pelan.
Lalu tanpa menunggu perintah kedua kalinya, dia
mulai merubah posisinya agar mulutnya pas di
kemaluanku. Kemudian kakiku dibuka lebar-lebar
ke atas sehingga kemaluanku menyembul di
antara pahaku. Aku merasa hawa dingin
menerpa bagian dalam kemaluanku yang
merekah. Aku memejamkan mata berdebar-
debar menunggu Martin memulai aksinya.
Martin menciumi sisi luar kemaluanku dengan
perlahan. Aku mengerang tertahan dan
mengerutkan dahi. Rasanya geli sekali!
Ciumannya bergerak ke tengah dan berhenti di
klitorisku. Klitorisku diciuminya lama sekali
seperti kalau dia menciumi bibirku. Dia
mengulum dan kadang menyedot kemaluanku
dengan kuat. Aku mendesah-desah keras sekali.
Tak tergambarkan rasanya. Lalu ketika lidahnya
ikut bermain, aku tak kuat menahan lebih lama
lagi. Dibukanya bibir kemaluanku dengan jarinya,
lalu lidahnya dimasukan diantaranya. Lidahnya
memilin-milin klitorisku dan kadang masuk ke
vaginaku dalam sekali.
Erangan panjang menandakan kenikmatan yang
tiada taranya. Aku malu sekali ketika orgasme
dihadapannya. Ritme ciumannya pada
kemaluanku perlahan-lahan mengendur seiring
dengan tekanan yang kurasakan. Martin
memang hebat. Dia sudah berpengalaman
memuaskan ceweq. Dia bisa tahu timing yang
tepat kapan harus cepat dan kapan harus pelan.
Aku jadi curiga apa dia berprofesi sebagai gigolo
yang biasa memuaskan Tante-Tante kesepian.
Hehehe..
“Lho kok cepat? Udah terangsang dari tadi ya?”
tanyanya sambil senyum-senyum mesum.
Mukaku memerah ketika aku tak bisa menjawab
pertanyaannya. Aku memukulnya dengan bantal
sambil menggodanya. “Kamu gigolo ya? Kok
hebat banget?”
“Eh, gigolo! Kurang ajar! Gua ini memang Don
Juan Surabaya ya! Belum pernah ada ceweq
yang tidak puas kalau main denganku!” katanya
pongah.
“Teman-temanku sampai menjuluki aku ‘Sex
Machine’!” lanjutnya.
“Ngibul! kamu pasti gigolo!” godaku sambil
memukulnya dengan bantal lagi. Kami perang
mulut selama beberapa saat.
Kemudian Martin mengakhirinya dengan berkata,
“Enak aja menghinaku! Sebagai balasannya,
nih..” Martin melompat kearahku dan
memasukkan kepalanya diantara kakiku.
Dia langsung melumat kemaluanku dengan
mulutnya lebih ganas lagi padahal kemaluanku
masih berdenyut-denyut geli. Aku menjerit-jerit
karenanya. Gelinya luar biasa! Entah apakah
kemaluanku sudah sangat basah atau tidak, aku
mendengar bunyi berkecipak di kemaluanku.
Rasa geli yang menerpa segera berubah menjadi
nikmat. Aku terhanyut lagi dalam permainan
lidahnya.
Aku orgasme untuk yang kedua kalinya.
Badanku rasanya lemas semua. Malam itu aku
mudah sekali orgasme. Entah apa mungkin itu
karena pengaruh ineks atau memang aku sudah
dalam keadaan puncak, aku tidak tahu..
Kami break sebentar. Martin tidur terlentang.
Kulihat penisnya berdiri tegak bagai tugu monas.
Kepalanya yang merah mengkilat karena cairan
maninya meleleh keluar. Aku duduk di
dipangkuannya dan memegang penisnya yang
keras.
“Lho, sejak kapan celana dalammu lepas? Aku
kok nggak tahu?” tanyaku.
“Hehehe.. kamu merem terus dari tadi sampe
nggak tahu kalo burungku udah menunggu-
nunggu ditembakkan ke sasaran!” candanya.
Aku kasihan padanya. Kuelus-elus penisnya
sambil menggodanya. Lalu aku naik ke atas
tubuhnya dan duduk tepat diatas penisnya.
Martin tampak terangsang melihat tindakanku.
Kugoyang-goyangkan pinggulku maju mundur
diatas penisnya sambil kuelus-elus dadanya.
Martin memejamkan matanya sambil merasakan
sentuhan-sentuhan kemaluanku di penisnya.
Aku juga merasa geli-geli nikmat saat penisnya
yang keras dan licin menggeser klitorisku.
Lama-lama Martin tidak kuat menahan
rangsangan. Dia bangkit dan memeluk tubuhku.
Kami berciuman. Tanpa mempedulikan bau
cairan vaginaku di mulutnya, aku terus
menggoyangkan pinggulku maju mundur.
Kemaluanku yang basah semakin memudahkan
penis Martin bergesekan diantar bibir
kemaluanku. Gerakan kami makin lama makin
liar, sampai akhirnya pertahananku runtuh!
Penis Martin mengoyak keperawananku! Kepala
penisnya selip dan masuk ke vaginaku. Aku
menjerit kaget dan gerakanku terhenti. Untuk
sesaat aku merasa sakit karena ada benda
sebesar itu masuk ke vaginaku. Martin juga
berhenti dan hendak mencabut penisnya dari
vaginaku. Namun aku mencegahnya. Aku
benar-benar terhanyut dalam fantasiku sendiri
akan kenikmatan persetubuhan. Kupeluknya
erat-erat tubuhnya. Disamping rasa sakit, aku
merasakan suatu kenikmatan yang lain. Aku
ingin merasakan lebih lama lagi.
Secara tak sadar aku merendahkan pinggulku
perlahan-lahan sampai penis Martin memenuhi
liang vaginaku. Rasanya sungguh luar biasa! Aku
memeluk Martin sekuat tenaga dengan napas
terputus-putus. Kucengkeram punggungnya
dengan kuku jariku tanpa peduli dia kesakitan
atau tidak. Tak terlukiskan perasaanku saat itu.
Aku mengerang-erang. Rasanya seluruh sarafku
terputus dan terpusat di kemaluanku saja. Martin
membiarkanku sesaat menikmati moment ini.
Dia pasti juga sedang menikmati koyaknya
selaput daraku.
Perlahan-lahan Martin mulai menggoyangkan
pinggulnya. Penisnya bergerak-gerak perlahan
dalam kemaluanku. Aku mendesah mengaduh-
aduh menahan nikmat dan geli. Vaginaku masih
sangat sensitif sampai sampai aku tidak tahan
ketika penisnya digerak-gerakkan. Aku menatap
sayu pada Martin.
“Kenapa aku nggak tahu kalau ML seenak ini?
Kalau tahu, aku sudah dari dulu mau making
love sama kamu!” kataku parau.
Mendengar perkataanku, sesaat Martin hanya
memandangku tanpa ekspresi. Aku tidak dapat
menebak apa yang ada dipikirannya. Lalu
dengan pandangan yang menyejukkan, dia
mencium keningku dan pipiku. Aku menjadi
tenang dan damai. Martin, aku sayang padamu,
aku sayang padamu, aku sayang padamu. Tak
ada lagi Andrew dalam kamusku. Aku hanya
sayang padamu kataku dalam hati. Sex jauh
lebih memabukkan daripada extacy! Aku tak bisa
berpikir jernih! Yang ada dipikiranku hanya terus
dan terus.. tanpa akhir..
Martin mulai menggerakkan penisnya keluar
masuk vaginaku. Mulanya perlahan, lama-lama
semakin cepat. Rasanya mau mati saking
nikmatnya. Aku tak bisa berkata apa-apa. Hanya
erangan dan desahan yang keluar dari mulutku.
Dorongan penisnya yang menghujam keluar
masuk ke dalam vaginaku membuatku tak
berdaya.
Malam itu aku orgasme empat kali. Martin
menumpahkan spermanya di perutku dan
terkapar disebelahku. Aku juga terkapar
kelelahan. Saking lelahnya aku sampai tidak kuat
untuk bergerak mengambil tissue untuk
membersihkan spermanya yang tumpah di
perutku. Ternyata orgasme saat ML jauh lebih
nikmat daripada dengan oral seks. Sungguh
berbeda..
Setelah terkapar beberapa saat, Martin
membopongku ke kamar mandi dan
memandikan aku. Aku terus menerus
memandang wajahnya dan mencari-cari sinar
apa yang terpancar di wajahnya. Apakah dia
benar mencintaiku atau aku hanya salah satu
perempuan koleksinya? Aku terus memeluknya
saat dia membasuh tubuhku dengan air hangat
dan membersihkan kemaluanku. Kemudian
setelah membersihkan diri, kami tidur kelelahan.
*****
Besoknya saat aku bangun, Martin sudah tidak
ada di sebelahku. Kulihat jam dinding
menunjukkan pukul sembilan. Detik berikutnya
aku baru sadar kalau tidur telanjang bulat dan
hanya ditutupi selimut. Perlahan-lahan
memoriku memutar balik kejadian tadi malam.
Agak susah mengingat kejadian semalam setelah
pakai ineks dan minum minuman beralkohol.
Setelah ingat semua, dengan lunglai aku bangkit
dan melihat kemaluanku. Kuraba dan kupegang
kemaluanku. Rasa nikmat dan geli semalam
masih terbayang di pikiranku. Pikiran jelek mulai
menggangguku. Aku sudah tidak perawan! Aku
sudah kehilangan keperawananku di usia ke 16
dengan cowoq yang bukan pacarku maupun
suamiku! Edan! Aku lepas kendali!
Kata-kata Ling mulai teringat kembali. Saat dia
kehilangan keperawanannya pertama kali, dia
menangis menjadi-jadi semalaman. Namun
sekarang dia sudah biasa dan malah sering
making love. Aku teringat saat Ling mengenalkan
Martin padaku, dia memperingatkan Martin agar
jangan macam-macam padaku. Berbagai
macam kejadian dari awal aku kenal kehidupan
malam sampai saat ini lalu lalang dalam pikiranku
seakan-akan menyindirku. Sekarang semuanya
telah terjadi! Aku tak percaya! Aku jadi seperti
Ling!
Aku ingin menangis menyesali semuanya!
Namun sudah terlambat! Apalagi saat aku
melihat setitik noda hitam pada sprei. Aku
langsung menangis menjadi-jadi. Aku merasa
berdosa! Bayangan wajah Papa Mamaku
berkelebat berganti-ganti dalam benakku. Aku
merasa berdosa pada Papaku, pada Mamaku,
pada kakakku, pada seluruh keluargaku!
Aku ke kamar mandi untuk membersihkan
diriku! Aku merasa kotor dan hina! Aku bukan
Tina yang dulu lagi! Masa depanku hancur! Siapa
yang mau sama aku! Cowoq mana yang mau
menerima ceweq seperti aku! Ceweq yang
sudah tidak utuh lagi! Ceweq murahan! Aku
benci diriku sendiri! Aku benci semua orang! Aku
menangis lama sekali di kamar mandi.
Kutumpahkan semua perasaanku dalam air mata
yang segera tersapu guyuran air hangat. Hingga
akhirnya aku tergeletak lemas di lantai kamar
mandi.
Setelah bosan menangis, aku segera beranjak
dari kamar mandi dan mengenakan pakaian.
Kuambil ponselku dan kukirim SMS pada Ling.
Aku minta dia menjemputku di rumah Martin.
Ling menyanggupi dan berjanji akan menjemput
aku sepulang sekolah pukul 13.00
Pukul sebelas Martin pulang ke rumah. Tiba-tiba
perasanku jadi campur aduk saat kudengar
suara mobil Martin memasuki rumah. Ada
perasaan jengkel yang menggebu-gebu
padanya.
“Kok berani-beraninya orang segede dia
menjerumuskan anak kecil! Dasar hidung
belang!” pikirku jengkel.
Aku duduk di ranjang menghadap pintu sambil
menunggu dia masuk. Kusiapkan wajah
sesuram mungkin agar dia tahu kalau aku marah
padanya. Aku sudah mempersiapkan diri untuk
mendiamkannya selamanya. Pokoknya dia
harus tahu kalau aku marah!
Martin yang sepuluh tahun lebih dewasa tahu
bagaimana harus bertindak menghadapi aku. Dia
diam saja saat aku mendiamkannya. Lalu mulai
mengajakku makan. Aku menolak. Dia terus
mengajakku bicara dan bercerita kalau dia
bangun kesiangan sehingga terlambat kerja. Dia
pura-pura tidak tahu aku marah padanya.
Sejurus kemudian dia mulai memelukku dan
mengatakan kalau dia segera pulang karena
khawatir aku belum makan atau kesepian di
rumah.
Lama-lama aku kasihan juga padanya. Dia baik
padaku. Sebenarnya yang salah aku. Aku yang
memaksanya melakukan itu. Padahal kemarin
dia sudah mau tidur, aku malah merangsangnya
habis-habisan. Yah, aku yang salah. Seperti
membangkitkan macan tidur. Aku pun mulai
melunak. Aku mulai menjawab pertanyaannya
sepatah-sepatah sampai akhirnya suasana mulai
cair.
Mengerti umpannya mengena, Martin mulai
merayuku dan menggodaku. Aku tidak tahan
digoda dan mulai membalas godaannya.
“Martin, kamu harus bertanggung jawab! Kamu
harus kawin sama aku!” serangku.
“Jangan kuatir sayang! Aku ini dari dulu juga
suka sama kamu. Cuma aku takut kamu yang
nggak mau sama aku karena aku terlalu tua.
Hahahaha..” balasnya.
Aku tidak peduli pikirku. Toh aku juga merasa
cocok dengan Martin. Dia begitu dewasa. Dia
bisa momong aku. Masalahnya, dia sepuluh
tahun lebih tua dari aku. Apa orang tuaku setuju
aku menikah dengannya?
Pikiranku sudah jauh lebih baik sekarang. Martin
memelukku erat-erat dan menghiburku. Aku jadi
makin sayang padanya.
Akibat kejadian malam itu, hampir tiap hari aku
making love dengannya. Kami melakukan di
rumahnya, di hotel, di kamar mandi, di mobil
dan dimanapun kami mau! Berbagai posisi kami
lakukan. Aku benar-benar ketagihan
bersenggama! Bahkan kami pernah menginap
seharian di hotel dan tidak keluar kamar sama
sekali. Saat itu aku sampai orgasme sebelas kali
waktu making love dengannya! Benar-benar liar
dan tak terkontrol!
Acara tripping selalu dilanjutkan dengan making
love. Kesukaan kami adalah triping sambil
telanjang bulat berdua di kamar Martin sambil
bercumbu. Asyik sekali rasanya! Saat pengaruh
ineks menurun, kami bersenggama atau
melakukan oral seks untuk membuat on lagi.
Setelah benar-benar habis, kami lanjutkan
dengan minum minuman keras. Edan..
Dua bulan terakhir ini aku jarang kontak dengan
Martin. Martin sibuk dengan pekerjaannya,
sedangkan aku sibuk diadili oleh keluargaku.
Mereka marah besar padaku dan mengawasiku
dengan ketat. Ponselku disita sementara. Telepon
untukku disortir sama orang tuaku. Kemana-
mana selalu diantar sopir ayahku. Pokoknya aku
jadi tahanan rumah!
Entah siapa yang salah! Aku tak perlu
menyalahkan siapa saja selain diriku sendiri. Aku
sendiri pun menyesal menyadari kondisiku
sekarang. Orang luar pada bingung melihat
tingkahku. Aku hidup di dalam keluarga yang
harmonis. Orang tuaku sayang dan perhatian
padaku. Tapi kok bisa aku terjerumus jadi seperti
ini?
Hahaha.. memang bodoh apa yang kulakukan.
Penyesalan sudah tidak ada gunanya lagi. Entah
sampai kapan aku bisa berhenti dari dunia gila
ini? Aku pun sudah mulai bosan..


Adult | GO HOME | Exit
1/843
U-ON

inc Powered by Xtgem.com